Piala pertama keluargaku


Sabtu, 18 November 2017 menjadi yang melelahkan akan tetapi juga bersejarah bagi saya, istri dan tentunya Juang. Jadwal kontrol Bapak yang harusnya dilakukan Sabtu minggu lalu (tanggal 11 November 2017), harus diganti Sabtu ini gara-gara dokter Saraf di Rumah Sakit Brayat Minulyo cuti. Mau tidak mau harus reservasi lagi dengan konsekwensi mendapat nomor antrian 32. Padahal jadwal kontrol ini sudah direservasi 1 bulan yang lalu. Tapi ya sudahlah, menjadi pembelajaran bagi kami untuk lain waktu kembali konfirmasi keberadaan dokter sebelum periksa. Padahal, hari ini Juang juga punya agenda mengikuti lomba modern dance di SD Kristen Manahan. Maka saya dan istri harus bagi tugas, saya antar Bapak ambil sample darah dan istri antar Juang ke sekolah (TK Puri Mandiri), nitip sama Guru agar Juang ada yang ngawasi selama di lokasi lomba. Maklum istri juga bekerja jadi nggak bisa nungguin lama – lama.

Pagi jam 6.30 saya jemput bapak yang sudah hampir 2 tahun terkena stroke untuk pengambilan sample darah di laboratorium RS. Brayat Minulyo. Dokter memberi mandat harus puasa selama 10-12 jam sebelum diambil darahnya. Memang harus brangkat pagi supaya bisa segera diambil darahnya dan pulang untuk sarapan. Maka saya antar Bapak pulang ke rumah untuk sarapan. Hasil laborat baru bisa diambil 2 jam setelah pengambilan sample atau kurang lebih jam 10. Karena nomor antrian periksa dapat urutan 32 dan jadwal dokter praktek sekitar jam 9.30 berarti kira – kira jam 12.30 baru diperiksa, saya pamit untuk menunggui Juang yang akan lomba. Jadinya, saya kembali menuju Manahan dan melewati brayat untuk yang ke-2 kalinya. Untungya lomba belum dimulai saat saya sampai di SD Kristen Manahan, saya pengin lihat Juang beraksi. Tim Juang mendapat nomor urut 7, bersama 4 orang  teman yang lain mereka tampak lucu dengan kostum yang harus diakui aneh dan nampak tanpa konsep (maaf Bu Guru, ini pandangan pribadi dan pendapat orang). Juang dan teman-temannya masuk dalam kategori lomba dance play group dan TK. Hampir semua tim di dominasi anak perempuan dengan kostum yang warna-warni, lucu-lucu, cantik-cantik dan ah…sumpah, kostum Juang makin nampak aneh, celana dan kaos panjang (yang harusnya)ketat warna hitam, dipadu dengan celana pendek model pemeran tuyul ditambah topi kethu Joshua waktu menyanyikan lagu di obok – obok. Dan tidak lupa kaca mata renang???!!!!***&&%??). Andaikan mereka bukan anak TK, saya berani taruhan mereka akan mundur sebelum lomba dimulai.

Akan tetapi kenyataan berkata lain.  setelah nomor urut mereka dipanggil, ke 5 anak itu menari dengan luwes, lincah dan ternyata memukau banyak orang. Penilaian saya salah besar, kostum yang aneh tadi ternyata sangat pas dengan musik pengiring dance yang berirama riang, lucu, energik, dan nakal . Gerakan – gerakannya atraktif, variatif, tidak monoton, dan ada gerakan akrobatnya juga. Kebetulan Juang menjadi anak yang harus melakukan rolling dan naik ke punggung temannya karena badan dia yang paling kecil. Sampai – sampai penonton yang mayoritas anak TK dan SD ikut bersorak saat Tim Juang melakukan gerakan akrobatik sederhana, dan tepuk tangan meriahpun menggema ketika musik yang kalau tidak salah berbahasa Rusia selesai diputar. Saya sendiri terkejut karena tidak menyangka kalau Juang mau dan mampu melakukan modern dance. Berbeda sekali ketika di rumah yang nggak mau diberi arahan hehehe…
Ini pada mau renang atau ngedance???
Acara belum selesai dan pengumuman lomba juga belum dilakukan, tetapi Juang sudah minta pulang. Pikirku yaudah kebetulan masih jam 11, jadi bisa antar ke mamahnya di Puskesmas. Setelah mengantar di Puskesmas, saya kembali menuju rumah bapak untuk kembali jemput untuk kontrol dokter Dian spesialis syaraf di Brayat. Jadilah saya menuju ke arah yang sama untuk ketiga kalinya, benar – benar hari yang wow…Kontrol selesai jam 14.00. Setelah reservasi untuk bulan depan dan menunggu obat, saya antar Bapak pulang ke rumah. Biasanya hari Sabtu adalah hari yang istimewa, saatnya menikmati kemewahan Tidur Siang. Akan tetapi khusus hari ini segala kemewahan itu bukan menjadi milik kami. Setelah segala aktivitas melewati jalur yang sama sebanyak 3 kali PP, saya harus menuju rumah mertua. Hanya butuh 5 menit untuk sampai ke rumah mertua dari rumah Bapak saya. Di sana sudah kumpul keluarga besar dari Ibu mertua lengkap, bahkan yang dari Semarang dan Riau pun ada. Kebetulan mereka baru saja menghadiri pernikahan salah satu teman, jadi mampir dan dijadikan acara temu kangen. Mata rasanya sudah nggak tahan ingin terpejam. Tapi apa daya, sebagai mantu yang sopan dan baik harus bisa menyesuaikan diri dan Srawung sedulur.

Ditengah mata dan otak yang sudah agak nggak nyambung, istri mem-forward gambar dari gorup TK. Wah…ternyata kabar gembira datang dari arena lomba. Guru dan teman – teman Juang yang masih menunggu dilokasi mendapat kesempatan naik ke panggung untuk menerima piala. Yup…Tim Juang berhasil mendapat juara II dalam lomba modern Dance antar Play group dan TK tersebut. Akhirnya, juang “memecah telur” dalam keluarga kami. Saya dan istri dulu pernah ngobrol kok kami tidak pernah sekalipun mendapatkan piala, menyedihkan. Dan juang pun juga sudah lama merindukan ada piala di rumah. Setiap kali melewati toko alat musik dan olah raga, pasti minta untuk beli piala. Sehingga kami harus memberi penjelasan kalau piala itu tidak dibeli tapi didapat dari usaha keras dan berdoa.

Akhirnya Juang bisa merasakan sendiri mendapat piala dari usahanya, dari kerja keras dan latihannya. Dia juga sudah mewujudkan impian kami berdua, ada piala dirumah hahaha…sederhana sekali.


Hari Sabtu yang melelahkan tetap saja melelahkan, tapi ditutup dengan kemenangan dan rasa bangga terhadap buah hati kami.

kumpul sedulur


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Membuat Kartu Peringatan 1000 Hari (utk nasi Box)

Contoh - contoh hasil pengecoran logam

Panase Srengenge, Kabeh Melu Nyonggo