Montor Mabur, aku njaluk duite

"Montor mabur, aku njaluk duite..."
Rasa – rasanya pengen tertawa kalau ingat jaman masih anak-anak. Saya tumbuh menjadi anak-anak di tahun 90an, jaman yang masih belum terlalu canggih dan belum banyak hiburan. TV sudah ada sih, tapi kebanyakan masih hitam putih dan itupun tidak setiap rumah punya. Model bermain anak-anak yang tumbuh dikampung menurut saya standart dan biasanya ada musimnya. Semisal jika satu daerah ada yang main layang-layang, maka bisa dipastikan kegiatan main layang – layang juga akan menyebar ke daerah sekitar. Begitu pula permainan kelereng, gambar(umbul dll), yoyo, karet gelang, dll juga akan menyebar begitu saja tanpa ada kesepakatan. Kalau sore hari pasti rame anak – anak bermain diluar, karena di dalam rumah juga belum tentu ada hiburan juga sih hehehe…

Bermain secara kelompok menjadi pembeda dengan cara bermain kebanyakan Kids Jaman Now. Kalau bermain pasti rame – rame, karena nggak seru jika yang main sedikit. Dibutuhkan skill dan latihan jika mau terlibat dalam sebuah permainan. Anak yang dianggap kurang trampil dalam bermain, bisa dipastikan akan menjadi penonton atau kalau nggak sebagai cadangan. Kasihan, tapi begitulah kondisinya. Kami harus berusaha agar bisa menjadi bagian dari permainan atau puas cukup menjadi penonton.


Guyonan atau candaan pun kalau diingat pasti akan membuat tersenyum. Saya tidak tahu kenapa dulu sudah sangat bahagia dan pasti diulang – ulang walaupun kalau diingat sekarang hal tersebut tidak lucu dan sangat jayus. Tapi mumpung saya ingat, maka ini harus saya tulis dan saya sampaikan agar orang-orang yang seumuran saya bisa bernostalgia. Selain itu, agar tulisan ini juga bisa dibaca anak saya Bonifasius Juang Pratama kelak ( hai Le…aku Bapakmu pas umur 34 tahun).

Contohnya adalah ketika ada pesawat terbang yang lewat, saya dan teman-teman pasti akan berteriak sekencang - kencangnya "Montor mabur aku njaluk duite...". sampai sekarang saya tidak tahu kenapa yang diteriakkan njaluk duite (Hai pesawat, aku minta uang...)

Kalau ada yang bawa sepeda biasanya bilang " Eh...Ban mu kui lho..."
lalu yang punya sepeda akan menjawab " Ngopo??"
Pasti akan dijawab " Rujine morak-marik..."

Atau kalau ada penjual sate ayam madura, biasanya mbak-mbak atau ibu-ibu dengan dagangannya ditaruh di atas kepala, pasti akan digoda juga "Eh Mbak...kae lho ono montor mabur..." dengan harapan si penjual akan mendongak ke atas dan satenya terjatuh, walaupun tidak pernah berhasil tapi hal itu diulang ulang terus.

Itulah sedikit nostalgia waktu kecil, sayang jika tidak didokumentasikan. Adakah yang juga seperti itu?
Tidak banyak yang saya ingat, kalau ada yang mau nambahi bisa tulis di kolom komentar.

sumber gambar : google
"Rujine Morak - marik"

" Mbak, kae ono montor mabur..."



















Komentar

Postingan populer dari blog ini

Membuat Kartu Peringatan 1000 Hari (utk nasi Box)

Contoh - contoh hasil pengecoran logam

Panase Srengenge, Kabeh Melu Nyonggo