Hilangnya Adipura di “Adipura”


Akhirnya Lek Narto bisa kembali lagi ke dunia maya, setelah 1 bulan lamanya tidak menelurkan tulisan dengan dalil ngawurologi, sekarang Lek Narto berniat kembali lagi ke dunia yang katanya semu...monggo di rahapi.

Nama suatu daerah atau terkadang dikenal karena ada sesuatu yang khas di tempat itu. Sebagai contoh di daerah Jebres, seperti nama daerah nJagalan, disebut seperti itu karena di area sekitar itu memang ada tempat yang digunakan untuk pemotongan hewan ternak ( Jagal=orang yang berprofesi sebagai pemotong hewan ternak ). Atau kalau kita mau menuju ke kampus UNS melewati sepanjang kali Anyar, kita akan melewati juga Pedaringan. Disebut pedaringan ( istilah jawa, suatu tempat untuk menyimpan padi ) karena memang tempat itu dipakai untuk tempat singgah / transit truk – truk pengangkut bahan pangan ( padi ). Contoh lain misalkan Lek Narto mendengar daerah Mihunan, pasti teringat rumah nenek Lek Narto yang dekat dengan pabrik mihun ( bihun ), walaupun di pabrik itu sendiri sudah tidak ada.

Di Karangasem, daerah dimana  Lek Narto bekerja ada juga nama suatu tempat karena ada sesuatu yang khas di daerah itu, orang mengenalnya dengan daerah Adipura. Kalau Sodara melewati jalan Adi Sucipto ( Manahan ke barat ), pasti melewati sebuah tugu Adipura di tengah jalan. Nah…daerah itu lah yang terkenal dengan nama Adipura. Orang akan mudah ingat jika menyebut kata Adipura, pasti bayangannya langsung tertuju ke daerah pertigaan sebelah barat kantor Solo Pos.
Rangka bangunan pengganti Adipura

Sekarang ( 15 Maret 2011 ), kalau Sodara melawati jalan itu lagi, tidak akan menemukan sosok tugu Adipura yang berdiri tegak. Pembongkaran tugu yang telah lama berdiri itu kurang lebih sebulan yang lalu. Sekarang yang terlihat adalah kerangka  dan pilar beton yang besar dan gagah pula. Lek Narto tidak tau bentuk akhirnya akan seperti apa, yang jelas sosok Tugu Adipura itu telah tergantikan dengan bangunan baru.

Kalau bangunan baru itu sudah rampung, akankah daerah itu masih akan disebut “Adipura”???karena sudah bertahun – tahun, pikiran orang di sekitar Karangasem mengenalnya begitu. Menurut Lek Narto hal ini seperti pepatah yang sudah kita kenal, Gajah mati meninggalkan gading, manusia mati meninggalkan nama. Begitu pula suatu tempat, akan dikenal dari cirri khas yang menempel. Kalau tempat atau daerah saja bisa terkenal dengan cirri khasnya, Lek Narto yakin bahwa manusia pasti punya kesempatan yang lebih besar untuk bisa dikenal dan di kenang, tentunya dengan perbuatan yang mulia. Bagaimana menurut Sodara – sodara???

Komentar

  1. setuju...
    *mangan sek neng sate cedhak adipura =p

    BalasHapus
  2. mungkin untuk beberapa waktu kedepan sebutannya gak akan ganti,, soalnya org2 udah terbiasa nyebutnya begitu..:D

    BalasHapus
  3. mungkin setelah gapuronya jadi sebutannya akan diganti dengan nama gapuro itu

    BalasHapus
  4. Semoga kehilangan adipura tidak dalam arti yang sebenarnya... :)

    BalasHapus

Posting Komentar

Monggo berdiskusi...

Postingan populer dari blog ini

Membuat Kartu Peringatan 1000 Hari (utk nasi Box)

Contoh - contoh hasil pengecoran logam

Panase Srengenge, Kabeh Melu Nyonggo