Rindu Dolanan


Hari ini Jumat 28 Januari 2011, Lek Narto kebetulan bisa pulang agak sore, tidak ada jadwal kuliah yang harus di ikuti. Mumpung langite padhang, Lek Narto pun duduk – duduk santai di depan rumahnya sambil melihat anak – anak kecil yang bermain. Ada yang bermain pasir, kejar – kejaran, pit – pitan (sepedaan). Memang sore hari ini terasa sangat berbeda karena langit diluar terlihat cerah. Berbeda dengan beberapa hari kemarin, hujan atau sekedar mendung dengan grimis selalu datang tiap sore hari yang membuat badan rasane males untuk keluar rumah.

Dakon@diyanfitriya.blogspot.com

Di tengah ramainya bocah – bocah kecil yang dolanan tadi, lamunan Lek Narto menerawang kembali ke masa kecilnya dulu. Sejak kecil Lek Narto tumbuh di perkampungan yang bisa dikatakan banyak anak kecilnya dan selalu mempermainkan dolanan khas tradisional ( info : Rumah Lek Narto di kampung Sidorejo Mojosongo, sebelah timur Perumahan Rinjani ). Diantaranya Layangan, Engklek, Gobag sodor, Nekeran, Umbul, Jelungan, Benthik, Kasti, dan lain – lain. Maklum jaman dulu belum ada permainan seperti saat ini, begitu beragam, warna – warni, dan canggih.  Gambarannya seperti lagunya Mas Didi Kempot itu lho…

“Cilikanku rambutku dicukur kuncung, kathokku soko karung gandum
Andhukku warisane Mbah Kakung, dolananku montor cilik soko lempung “

Dulu walaupun permainannya sederhana, namun terasa seru dan menyenangkan. Sampai – sampai waktunya mandi sore hari menjadi terlupakan. Dari permainan tadi, kami anak – anak kampung menjadi kenal satu dan lainnya, tak jarang kami juga nglurug (bertandang) ke kampung sebelah untuk bermain bersama.  Pernah lek Narto nglurug di kampong teman SD yang berjarak kita – kira 1 km hanya untuk Umbul gambar, pit – pitan jam 11 siang ke Pasar Gede untuk beli ikan lele atau ikan hias, jalan kaki ke daerah Malang Rejo, utara Plesungan Karanganyar yang jaraknya entah berapa km hanya untuk mencari bengkoang di kebun orang, Mlintheng manuk (mencari burung dengan ketapel )dan membakar serta memakan daging burung rame – rame ( Seperti Bolang jaman sekarang ).

Bayangan itu terasa menyenangkan dan membuat Lek Narto rindu melakukan permainan – permainan itu lagi. Mengingatkan bagaimana keakraban yang begitu kental dengan teman sebaya, yang sekarang sudah menjadi dewasa bahkan sudah berumah tangga. Terkadang kami masih sering ngobrol, tertawa mengingat kelakuan kami yang tak jarang Mbeling dan aneh – aneh. Memang dengan permainan tradisional dan sederhana tadi, kami menjadi lebih dekat secara fisik dan emosi, satu permainan bisa dilakukan bersama tanpa mengenal status dan tidak harus mbayar. Asal badan sehat, mau capek, keringetan, permainan seru pun terjadi.
Sangat berbeda dengan permainan saat ini, satu anak satu permainan. Itupun jika kondisi keuangan orang tua memungkinkan. Tak jarang anak nangis gara – gara kepengin mainan temannya yang memang hanya bisa dimainkan sendiri. Yah paling banyak 2 orang untuk bisa main play station, itupun harus nyewa 2 ribu rupiah perjam. Bagi yang punya duit bisa beli, namun kebanyakan dari kita hanya mampu melihat dengan perasaan penuh iri.

Jaman memang sudah berubah, namun akankah perubahan itu akan menghapus kenangan masa kecil yang begitu menyenangkan?ataukah perubahan itu juga akan menghilangkan nilai – nilai persaudaraan yang ditanam sejak kecil dengan mau berbagi dan memahami lainnya?
Lek Narto belum bisa menjawab itu semua, Lek Narto terbangun dari bayangan masa kecil dan pertanyaannya seiring suara Adzan yang mulai terdengar.

Komentar

  1. sekali - sekali pertamax di tulisan sendiri...
    aku kangen dolanan Benthik karo Jelungan

    BalasHapus
  2. sakjane yen pingin dolanan yo jik pantes kok lek.. mungkin wae sampeyan blm mencoba :D

    BalasHapus

Posting Komentar

Monggo berdiskusi...

Postingan populer dari blog ini

Membuat Kartu Peringatan 1000 Hari (utk nasi Box)

Contoh - contoh hasil pengecoran logam

Panase Srengenge, Kabeh Melu Nyonggo